Sabtu, 03 September 2011

Lamalera, kotekelema dan nelayan tradisional

LAMALERA telah lama identik dengan tradisi berburu ikan paus. Identik dengan kisah para nelayan tangguh melawan ikan paus yang ganas dan kuat. Betapa gagah perkasanya sang juru tikam ketika meloncat dengan semangat membara ke tengah laut menancapkan tempuling (sebatang besi dengan ujung yang runcing) ke tubuh ikan sebesar kapal ikan nelayan atau kapal penumpang rakyat sekitar 20 meter panjangnya.
Ikan paus jenis kotekelema, sebutan nelayan Lamalera terhadap ikan paus yang menyusui anaknya, merupakan jenis ikan paling dicari. Itu tak berarti ikan besar lainnya, seperti ikan seguni, pari, lumba-lumba dan ikan hiu, tak dicari. Ikan-ikan ukuran kecil yang saban hari dijual di pasar juga dicari nelayan.
Pencarian ikan paus juga tak terbatas pada musim leva, yakni musim pencarian ikan paus. Bila sebelum atau setelah musim leva ditemukan ikan paus lewat di perairan Lamalera, tak akan dibiarkannya. Tetapi, situasinya akan lain dibanding pencarian pada musim leva yang direstui adat dan gereja.
Berburu ikan paus, bagi nelayan Lamalera, adalah mata pencaharian utama. Sama seperti petani, buruh, guru, pegawai negeri sipil dan swasta, tentara, polisi, pengusaha, dokter, kontraktor atau profesi lainnya.
Kalau pegawai kerja di kantor, dokter dan bidan melayani pasien di rumah sakit atau petani berada di sawah dan ladang, maka nelayan Lamalera memilih laut sebagai "lahan" garapan. Berburu ikan paus juga identik dengan petani memacul di ladang atau petani sawah membajak sawah dan pegawai pemerintahan melayani masyarakat.
Karena itu, mereka terikat dengan tata cara dan tata krama, adat dan kebiasaan. Menjunjung tinggi adat kebiasaan yang diwariskan leluhur dahulu maupun kepatuhan kepada ajaran agama dan gereja—cinta kasih harus menjadi landasannya. Pelanggaran adat dan kebiasaan, nyawa akan jadi taruhan. Tidak terhitung, berapa banyak kecelakaan menimpa nelayan Lamalera ketika melakukan "pencarian hidup" di laut. Diseret ikan paus sampai berpuluh-puluh mil jauh dari kampung halamannya sering dialami. Namun, semangat dan motivasi mereka memburu ikan paus tak akan berhenti.
Peristiwa tanggal 10 Maret 1994 masih segar dalam kenangan nelayan Lamalera. Kisahnya ketika sekitar pukul 11.30 Wita, sekawanan ikan paus lewat di depan perairan Lamalera. Dua pledang (perahu) ditumpangi para nelayan memburunya. Dua ekor paus, seekor induk dan seekor anak kena tempuling pada posisi 1,5 mil dari pantai. Sukacita tergurat di raut wajah mereka. Sebuah pledang berhasil menarik pulang seekor anak ikan paus, namun pledang lain harus lawan induk ikan paus yang terus menarik pledang ke tengah laut.
Ditarik ikan paus masuk ke laut lepas bukan hal baru. Sudah sering mereka alami. Sebab, ketika darah ikan keluar makin banyak dari banyaknya luka tikaman di tubuhnya, maka tiga sampai empat jam, tenaganya terkuras habis dan akan mati. Selanjutnya paus ditonda ke pantai.
Namun menjelang senja berganti malam, ikan paus belum juga tewas. Bahkan, para nelayan semakin jauh diseretnya. Sebanyak 34 nelayan menumpang tiga pledang mengikuti pergerakan ikan paus ini, kalah kuat. Waktu terus berlalu, mereka terus terseret ikan dan dibawa arus ke lautan lepas. Tak tahunya sampai keesokan hari 11 Maret 1994, perjuangan nelayan membawa pulang ikan paus belum juga berhasil. Sampai akhirnya memutuskan ikatan tali pledang dan ikan paus. Ikan dilepas, entah masih hidup atau telah mati.
Keadaannya semakin menakutkan. Tanggal 12 Maret 1994, pledang Kebako Pukang pecah dihantam arus laut yang kencang. Pledang ini pun dilepas. Hanya dua pledang tersisa, Kelulus dan Kena Pukang diikatkan satu sama lain agar para nelayan tidak tercerai-berai di tengah amukan gelombang Laut Sawu. Ternyata, pledang Kelulus juga tak kuat menahan ombak. Lambung perahu ini bocor, kemasukkan air lalu dibiarkan tenggelam.
"Paus induk ini rupanya marah karena anaknya dibunuh. Dia mengamuk dan seret kami semua. Keadaan saat itu mengerikan. Kami diseret dan terombang-ambing selama empat hari lima malam di laut. Istri, anak dan keluarga di kampung menunggu cemas. Apakah kami selamat atau mati tenggelam. Kampung ini bagaikan mati. Semua orang terdiam dan berkumpul di pinggir laut menunggu kabar," kisah Philipus Beda Kerong (54), didampingi istrinya Ny, Agnes Kewa Oleona (45) di kediamannya, Senin (30/4/2007) malam.
Ny. Agnes, kala menunggu di rumah dengan anak sulung mereka berusia tiga tahun, tak kuat menahan gejolak bathin. Sedih, cemas dan takut yang melanda hatinya juga dirasakan orang sekampung dan istri-istri yang lain. Semuanya menanti penuh kebingungan kabar suaminya. Apakah selamat atau mati ditelan gelombang lautan. "Waktu itu, anjing saja tidak gonggong. Kampung ini seperti mati. Tak ada bunyi-bunyi, semua diam dengan perasaannya," sambung Ambros Oleona, care taker Kepala Desa Lamalera A ketika itu.
Hujan dan angin ribut di lautan membuat kondisi tubuh para nelayan kian lemah. Philipus mengakui ia dan beberapa nelayan terserang sakit pilek dan panas, meski tak sampai parah.
Mengingat lagi peristiwa 14 tahun silam, Philipus menuturkan, kejadian itu memberi makna beratnya perjuangan hidup nelayan Lamalera bertempur dengan maut menghidupi anak dan istri di rumah. Namun, ketika tugas itu dilakukan dengan benar dan tidak melanggar etika adat dan gereja, keselamatan selalu berpihak pada nelayan.
Setelah empat hari lima malam terombang-ambing di laut lepas, tepat pukul 23.45 Wita, tanggal 15 Maret 1994 datanglah bala bantuan kapal Spice Island. Mereka ditemukan terapung pada posisi 76 mil laut arah barat Pulau Semau dan 45 mil dari daratan Pulau Flores. Kapal ikan yang dinakhodai Sebastinus Fernandez asal Larantuka, Flores Timur, membawa nelayan Lamalera ke Kupang.
Tiga hari mereka diinapkan di Aula Kanwil Departemen Sosial NTT. Gubernur NTT ketika itu, Herman Musakabe, datang menjenguk para nelayan. Apa katanya kepada para nelayan Lamalera? "Kami ditanya, apakah kami mau bertobat atau tidak menangkap ikan paus. Kami semua jawab spontan, kami punya mata pencaharian mencari ikan paus," tandas Philipus mengulangi pernyataan mereka saat itu.
Musakabe geleng-geleng kepala mendengar pengakuan para nelayan. Mereka akhirnya dipulangkan ke kampung halamannya menggunakan kapal feri KMP Ine Rie, turun di Pelabuhan Waibalun, Larantuka.

***

RISIKO berburu ikan paus bukan hanya sampai sebatas diseret dan terombang-ambing berhari-hari di laut lepas. Puluhan nyawa nela-yan Lamalera telah jatuh di lautan. Mereka semua mati ketika mencari ikan, tetapi semangat terus memburu ikan tak pernah pudar.
Sebelum tahun 1917 telah tercatat lima nelayan mati tenggelam, digigit ikan atau dililit tali leo. Sampai kejadian terakhir tanggal 2 April 1992, sudah tercatat 32 orang nelayan meninggal di laut. Ada yang tenggelem, dililit tali leo, dipukul ekor ikan paus atau digigit ikan hiu.
Nelayan Lamalera atau siapa saja mempercayai bahwa mati dan hidup bisa terjadi di mana saja. Di laut, di udara ataupun di darat, tak ada yang tahu akan nasibnya. Namun, bagi orang Lamalera, kecelakaan dan kematian nelayan di laut dipercayai ada hubungannya dengan adat dan tradisi. Kesalahan atau pelanggaran yang diperbuat nelayan terhadap istri, anak, sanak famili dan sukunya, kelak akan dihakimi ikan paus.
Sulit mempercayainya dan tidak rasional. Tapi kenyataannya demikian. Salah memasang pasak pledang, tak tahunya akan diberi tahu ikan paus ketika nelayan berhadapan dengan ikan. Dinding pledang rontok dipukul ekor ikan. Itulah pertanda kesalahan pembuatan kapal.
Nelayan Lamalera yang hendak memburu ikan paus adalah orang-orang bebas dari masalah. Yang dituntut kebersihan jiwa dan raga. Apalagi yang bertindak sebagai juru tikam (lamava) hati harus bersih, bebas dari perbuatan dosa. Pengakuan ini berdasarkan pengalaman selama melaut dan kisah nenek moyang dan orangtua dahulu. "Jangan coba-coba bikin salah dengan suku, istri dan anak. Apalagi dengan anak perempuan orang. Nyawa kita jadi taruhan," tandas Philipus.
Kadangkala hanya diberikan peringatan oleh ikan. Tetapi, sumpah serapah orang yang ada di darat, nelayan di laut bisa jadi tumbal. Karena itu, sebelum melaut yang bersalah dan berselisih berterus terang mengakui perbuatannya. Kalau tak sempat, bisa dengan sesama awak pledang agar rezeki selalu dekat dan dijauhkan dari musibah.
Tentang jatuhnya korban nelayan, Pastor Paroki St. Petrus Paulus Lamalera, Rm. Yakobus Dawan, Pr, mengatakan pekerjaan apa pun ada risikonya. Tetapi, bagi nelayan Lamalera, korban yang pernah jatuh di laut merupakan akumulasi dari kesalahan manusia (nelayan) dengan masyarakat (suku), istri, anak dan sanak famili. Meski sering juga karena kelengahan manusia, kematian dan kecelakaan itu dipercayai akibat pelanggaran atau kelalaian terhadap adat dan tradisi.
Suatu hal yang positif, apabila seluruh masyarakat dan nelayan bersekutu dalam suatu suasana persaudaraan, kekeluargaan akan diperoleh hasil melimpah. Tapi jika yang terjadi percekcokan dalam keluarga, suku dan masyarakat, tangkapan dan nelayan jadi korban.
Meskipun korban sering jatuh, pencarian ikan paus tak berhenti. Semua itu demi kelangsungan rumah tangga, anak dan istri. Daging, minyak, tulang dan gigi ikan paus ibarat panen yang didapat dari kebun dan ladang. Kaum ibu dan wanita menjualnya ke pasar jadi uang atau menukarkannya dari rumah ke rumah dengan beras, jagung, ubi, pisang milik petani di gunung-gunung. (eugenius moa/bersambung)

Sumber Pos Kupang Jumat 25 Mei 2007

3 komentar:


  1. mari coba keberuntungannya bersama kami hanya dengan
    deposit minimal 10.000 bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apalagi, segera bergabung bersama kami di F*A*N*S*P*O*K*E*R

    BalasHapus
  2. DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
    dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :)
    :)

    BalasHapus
  3. AYO Bergabung Bersama AJOQQ | Menawarkan Berbagai Jenis Permainan Menarik.
    1 ID untuk 8 Permainan Poker, Domino, Capsa Susun, BandarQ, AduQ, Bandar Poker, Sakong, Bandar66 ( NEW GAME!! )
    Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
    - Bonus Cashback 0.3%. Dibagikan Setiap hari SENIN
    - Bonus referral 20% SELAMANYA
    - Minimal Deposit dan Withdraw hanya 15 rb Proses Aman & cepat
    - 100% murni Player vs Player ( NO ROBOT )
    Pin BB: 58cd292c
    website : www.ajoqq.org

    BalasHapus