Sabtu, 03 September 2011

Kelangkahan ikan paus dan pertikaian lamalera

Sabtu pagi, pada awal bulan Mei. Dari sebuah pantai mungil Dusun Lefo Bela. Perahu praso sapang melesat ke Laut Sawu. Berjuta harapan sekembalinya ke darat, perahu akan membawa berita baik. Namun, kegetiran batin justru mengguncang.
Para awak di perahu itu tidak menemukan tanda-tanda adanya paus, bahkan ikan besar lain, seperti hiu atau pari. Paus yang biasa diburu adalah paus sperma (Physeter macrocephalus). Masyarakat setempat menyebutnya koteklema.
Ini berbeda dengan pengalaman tahun 2007. Masyarakat nelayan tradisional di Desa Lamalera A maupun Lamalera B, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, itu amat bergembira. Seusai diadakan pemberkatan laut dengan misa Lefa dan praso sapang diluncurkan sebagai tanda awal perburuan paus, empat paus langsung berhasil ditangkap.
Masyarakat Lamalera akhir- akhir ini memang mengeluhkan tangkapan paus yang cenderung menurun. Tahun 1930-1960-an, mereka dapat menangkap 30-40 ekor per tahun. Tahun 1969 bahkan ditangkap 56 ekor. Namun, seiring perjalanan waktu, paus yang ditangkap terus menurun menjadi 10-20 ekor per tahun. Tahun 2008 hanya ditangkap enam ekor, tahun 2009 dua ekor. Tahun 2010 ini mereka pun cemas.
Hipotesis Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Nusa Cendana Kupang Franchy Christian Liufeto, penurunan hasil tangkapan paus disebabkan oleh dua hal. Pertama, pengaruh pemanasan global yang mengakibatkan suhu permukaan air laut meningkat dan mengganggu rantai ekologi. Migrasi paus pun menurun karena keterbatasan ketersediaan makanan di kawasan perairan Lamalera.
Kedua, populasi paus menurun oleh perburuan yang terus meningkat seiring makin tingginya kebutuhan nelayan yang didorong aktivitas pariwisata.
Menurut keterangan Kepala Subdinas Produksi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lembata Agustinus D Kedang, jumlah paus yang berhasil diburu tidaklah sedikit. Selama 22 tahun sekitar 475 paus yang ditangkap. Padahal, kemampuan mamah biak paus sperma tergolong lambat. Paus ini baru bisa berkembang biak setelah usia 20 tahun dan usia hidupnya sekitar 77 tahun.
Kondisi ini juga yang mendorong adanya konservasi guna melindungi mamalia laut itu dari kepunahan. Mulai tahun 2008, wacana konservasi Laut Sawu sudah gencar disosialisasikan di Lembata, salah satunya oleh World Wide Fund for Nature (WWF).
Namun, program konservasi ini mendapat tentangan sebagian masyarakat. Program konservasi ini bahkan dianggap telah memicu konflik komunitas nelayan, antara yang pro dan kontra. ”Apa pun namanya, kami tetap menolak konservasi. Kalau menerima program itu, kami akan tersingkirkan. Lamalera akan mirip dengan Selandia Baru. Di sana paus tidak diburu, tetapi hanya menjadi atraksi wisata,” kata Kepala Suku Bediona Abel Onekala Beding.
Abel menegaskan, perburuan paus yang dilakukan masyarakat nelayan Lamalera tidak membabi buta karena menggunakan perahu tradisional. ”Untuk berburu paus pun di waktu tertentu saja, yaitu dari pagi sampai pukul 14.00. Selebihnya, meski paus muncul, nelayan tidak akan mengejar,” kata Abel.
Masyarakat Lamalera juga tidak berburu pada hari Minggu karena gereja Katolik mengajarkan hari Sabat sebagai hari perhentian. Paus yang diburu juga hanya jenis paus sperma. Seguni jarang diburu karena sangat ganas, sedangkan paus biru diyakini sebagai penolong. Masyarakat Lamalera juga menghindari paus yang sedang bunting dan anak-anak paus.
”Rencana LSM itu sama dengan upaya menghapus suku Lamalera dari Pulau Lembata. Identitas kami akan punah dan nama Lamalera sebagai pemburu paus tradisional tinggal cerita,” kata koordinator tiga suku besar Lamalera, Apolonarius Korohama Blikololong, di Lamalera, Senin (3/5).
Terabaikannya ritual
Masyarakat setempat menilai, upaya konservasi itu justru memicu konflik antarkelompok yang pro dan kontra. Kedekatan LSM dengan suku tertentu melahirkan kecurigaan. Isu-isu saling menjatuhkan dan membenarkan diri berkembang tak karuan. Konflik antarkelompok ini pun pada akhirnya berdampak pada tidak bisa dilaksanakannya ritual adat dan hal ini pun dipercaya yang membuat ikan paus tak datang lagi ke Lamalera.
Tuan tanah Marsianus Dua Langowujon, misalnya, mengatakan, tahun ini upacara misa Lefa, misa arwah, dan pelepasan prasso sapang tidak diawali pemberian sesaji kepada leluhur (Ie Gerek). Padahal, ritual itu sangat penting.
Ritual ini dilakukan di sebuah batu paus-batu hitam besar mirip paus (Sora Tare Bala, kerbau bertanduk gading) yang terletak di Dusun Lamamanu, di puncak Gunung Labalekang, sekitar 3 kilometer dari pusat Desa Lamalera A. Seekor ayam jantan warna merah, sirih pinang, tembakau, beras merah, dan telur ayam biasanya disajikan dalam upacara itu. Gong keramat pun dibunyikan di bukit itu untuk memanggil para arwah.
”Utusan dari suku Bataona tidak datang menyampaikan berita kepada kami sehingga ritual Ie Gerek tidak dapat dilaksanakan,” kata Marsianus.
Diduga permasalahan Ie Gerek itu juga merupakan letupan akibat konflik yang dipicu wacana konservasi Laut Sawu yang digulirkan WWF. Hal itu pun diakui Marsianus. Ia dituding sebagai salah seorang yang mendukung konservasi dan telah menerima sejumlah dana dari WWF. ”Saudara lihat sendiri bagaimana kondisi rumah saya, lantainya masih tanah, dinding kayu, mewahnya di mana? Memang program konservasi itu baik, tetapi saya juga menolak kalau tradisi berburu paus dilarang,” kata Marsianus.
Perwakilan WWF Kabupaten Lembata, Februanti, membantah keberadaan mereka menjadi pemicu konflik masyarakat Lamalera. ”Pengertian konservasi ditafsirkan keliru oleh masyarakat. Konservasi dianggap melarang perburuan paus.”
Februanti menegaskan, perburuan paus tetap diperbolehkan, tetapi perlu dikontrol. Ketentuan internasional maupun peraturan pemerintah juga tidak melarang perburuan paus seperti di Lamalera sebab dilakukan secara tradisional untuk kebutuhan sendiri, bukan dikomersilkan ke luar pulau.
”Alternatif yang dapat dilakukan mungkin dengan pemberlakuan kuota, misal ada batas maksimal sekian ekor paus yang diperbolehkan diburu per tahunnya. Tetapi, hal itu juga perlu kajian seberapa besar rata-rata kebutuhan nelayan Lamalera. Selain itu, konservasi juga menjalankan fungsi pemberdayaan sehingga masyarakat nelayan Lamalera tidak hanya mengandalkan berburu paus, tetapi ikan lain, termasuk keterampilan lain di luar laut,” ujarnya.
Menyikapi pertikaian yang terjadi itu, Kepala Suku Bediona Abel Onekala Beding memiliki pandangan arif. Menurut dia, semua pihak yang berselisih harus duduk bersama, termasuk dari WWF. Perdamaian adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik adat ini.
”Termasuk juga orang Lamalera yang tinggal di luar daerah, seperti di Jakarta, yang mengaku paling tahu soal Lamalera dan menganggap dirinya paling berjasa. Konflik ini meruncing justru dari mereka yang tinggal di luar, lalu menuding tanpa bukti sejumlah warga Lamalera mendukung dan menerima dana konservasi,” kata Abel.
Pastor Pembantu Paroki Lamalera Rm Bartol Helan Pr dalam misa Lefa mengingatkan, keretakan hubungan di antara orang Lamalera tidak hanya mengganggu hubungan sosial kemasyarakatan, tetapi berdampak luas pada tradisi, religi, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
”Laut ini ibarat ladang garapan orang Lamalera. Di sana kita gantungkan seluruh nasib dan masa depan kita. Paus itu hewan piaraan nenek moyang kita. Ketika kita tidak harmonis, nenek moyang menjadi marah dan tidak memberikan rezeki lagi,” kata Helan.
Konflik adat di Lamalera ini memang patut disayangkan. Pemerintah daerah setempat semestinya juga tidak hanya berpangku tangan, tetapi harus aktif juga memediasi.
Terpenting dari itu semua, warga Lamalera harus menimang-nimang langkah apa yang terbaik untuk menjaga tradisi perburuan paus, tetapi juga tidak membuat paus menjadi punah. Kepunahan paus berarti juga akan membuat punahnya tradisi langka perburuan di Lamalera. (sem/kor)

2 komentar:


  1. mari coba keberuntungannya bersama kami hanya dengan
    deposit minimal 10.000 bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apalagi, segera bergabung bersama kami di F*A*N*S*P*O*K*E*R

    BalasHapus
  2. AYO Bergabung Bersama AJOQQ | Menawarkan Berbagai Jenis Permainan Menarik.
    1 ID untuk 8 Permainan Poker, Domino, Capsa Susun, BandarQ, AduQ, Bandar Poker, Sakong, Bandar66 ( NEW GAME!! )
    Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
    - Bonus Cashback 0.3%. Dibagikan Setiap hari SENIN
    - Bonus referral 20% SELAMANYA
    - Minimal Deposit dan Withdraw hanya 15 rb Proses Aman & cepat
    - 100% murni Player vs Player ( NO ROBOT )
    Pin BB: 58cd292c
    website : www.ajoqq.org

    BalasHapus